Selamat Datang di Yayasan Pendidikan Hamzanwadi

WhatsApp Icon 1




Puasa Sunnah Setelah Nisfu Sya’ban: Tinjauan Hukum dan Pandangan Ulama
17 Feb 2025
Puasa Sunnah Setelah Nisfu Sya’ban: Tinjauan Hukum dan Pandangan Ulama



Puasa Sunnah Setelah Nisfu Sya’ban: Tinjauan Hukum dan Pandangan Ulama

Nisfu Sya'ban adalah salah satu malam yang memiliki makna penting dalam tradisi umat Islam, tepatnya pada malam ke-15 bulan Sya'ban. Banyak amalan yang disunnahkan pada malam tersebut, seperti memperbanyak doa dan memperbaiki hubungan dengan Allah. Namun, setelah malam Nisfu Sya'ban, muncul pertanyaan terkait dengan puasa sunnah pada sisa bulan Sya'ban. Apakah masih ada kesunahan berpuasa setelah Nisfu Sya'ban? Dan bagaimana pandangan ulama mengenai puasa sunnah setelah tanggal tersebut?

Perbedaan Pendapat Ulama

Terkait puasa setelah Nisfu Sya'ban, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama melarang puasa setelah tanggal tersebut, sementara yang lain membolehkannya. Perbedaan ini terutama berkaitan dengan penafsiran hadits yang berbunyi, "Apabila telah melewati Nisfu Sya'ban, janganlah kalian puasa." (HR. al-Bukhari). Hadits ini dipahami oleh sebagian ulama sebagai larangan untuk melakukan puasa sunnah setelah pertengahan bulan Sya'ban, dengan alasan bahwa pada waktu tersebut sudah memasuki waktu yang ragu karena Ramadhan hampir tiba.

Mazhab Syafi’i: Larangan Puasa Setelah Nisfu Sya’ban

Dalam mazhab Syafi’i, puasa sunnah setelah Nisfu Sya'ban umumnya dianggap terlarang, kecuali ada alasan tertentu. Puasa yang diperbolehkan setelah Nisfu Sya'ban adalah puasa yang sudah menjadi kebiasaan seseorang, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud, atau puasa yang dilakukan berdasarkan nadzar (janji) atau untuk menggantikan puasa yang tertinggal (qadla). Selain itu, puasa kafarah atau puasa untuk menyelesaikan puasa yang sudah dimulai sebelumnya juga diperbolehkan.

Menurut Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, puasa setelah Nisfu Sya'ban dianggap tidak boleh karena hari tersebut dianggap sebagai yawm al-shak (hari yang diragukan), yaitu waktu yang mendekati bulan Ramadhan. Dikhawatirkan seseorang yang berpuasa setelah Nisfu Sya'ban tidak menyadari bahwa Ramadhan sudah dimulai. Oleh karena itu, ulama Syafi'i mengharamkan puasa setelah Nisfu Sya'ban, kecuali ada alasan yang sah, seperti puasa yang telah menjadi kebiasaan atau puasa untuk menggantikan kewajiban.

Mazhab Lain: Membolehkan Puasa Sunnah Setelah Nisfu Sya'ban

Di sisi lain, mayoritas ulama dari mazhab lain, seperti mazhab Hanbali dan Maliki, membolehkan puasa setelah Nisfu Sya'ban. Mereka berpendapat bahwa hadits yang melarang puasa setelah Nisfu Sya'ban dianggap lemah (dla’if) dan tidak dapat dijadikan dalil yang kuat. Sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari, mayoritas ulama melemahkan hadits tersebut dan membolehkannya. Bahkan, menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibn Ma'in, hadits ini dianggap munkar atau tidak sah karena ada masalah dalam perawinya.

Oleh karena itu, dalam mazhab lain, puasa sunnah setelah Nisfu Sya'ban tetap diperbolehkan selama seseorang yakin bahwa bulan Ramadhan belum dimulai. Puasa seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud, atau puasa yang sudah menjadi kebiasaan tetap bisa dilaksanakan tanpa masalah. Sebagian ulama bahkan berpendapat bahwa tidak ada alasan untuk melarang puasa sunnah, asalkan dilakukan dengan pengetahuan yang benar mengenai waktu masuknya bulan Ramadhan.

Puasa Sunnah yang Diperbolehkan Setelah Nisfu Sya'ban

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, ada konsensus di kalangan ulama bahwa beberapa jenis puasa tetap diperbolehkan setelah Nisfu Sya'ban, yaitu:

  1. Puasa yang sudah menjadi kebiasaan: Seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Daud, di mana seseorang sudah terbiasa melakukan puasa ini sepanjang tahun.
  2. Puasa Nadzar: Puasa yang sudah dijanjikan oleh seseorang kepada Allah, seperti jika seseorang bernadzar untuk berpuasa pada waktu tertentu.
  3. Puasa Qadla: Puasa yang dilakukan untuk menggantikan puasa yang tertinggal, baik itu puasa Ramadhan maupun puasa sunnah.
  4. Puasa Kafarah: Puasa yang dilakukan untuk menebus kesalahan, seperti kaffarah untuk pelanggaran tertentu yang dilakukan.

Kesimpulan

Mengenai hukum puasa setelah Nisfu Sya'ban, ulama berbeda pendapat. Mazhab Syafi’i cenderung melarang puasa sunnah setelah tanggal tersebut kecuali jika ada alasan yang sah, sementara ulama dari mazhab lain seperti Hanbali dan Maliki membolehkannya dengan alasan bahwa hadits larangan dianggap lemah. Walau demikian, puasa sunnah yang sudah menjadi kebiasaan atau dilakukan untuk tujuan tertentu seperti nadzar, qadla, atau kafarah tetap diperbolehkan.

Yang jelas, setiap Muslim sebaiknya memahami dan menghormati pandangan ulama yang ada, serta melaksanakan puasa dengan niat yang benar, terutama dengan memperhatikan kedatangan bulan Ramadhan yang semakin dekat.

Wallahu a'lam.