Syair “Memilih Guru”: Warisan Sasak yang Menjawab Problematika Pendidikan Modern

Syair “Memilih Guru”: Warisan Sasak yang Menjawab Problematika Pendidikan Modern
Dalam dunia pendidikan modern yang sering terjebak dalam logika angka dan sistem yang kaku, muncul kebutuhan untuk kembali ke akar nilai: etika, spiritualitas, dan keteladanan. Salah satu warisan budaya lokal yang menyuarakan nilai-nilai ini adalah syair berjudul "Memilih Guru", sebuah lagu perjuangan dari organisasi Nahdlatul Wathan (NW) yang sarat makna pendidikan.
Menariknya, nilai-nilai yang terkandung dalam syair ini memiliki benang merah yang sangat kuat dengan ajaran klasik Islam, khususnya kitab Ta’limul Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji — kitab pedagogi Islam yang hingga kini masih relevan sebagai rujukan pembentukan karakter dan adab peserta didik.
1. Memilih Guru Bukan Sekadar Soal Keilmuan
Pandai-pandai memilih guru taok ngaji
Guru sak tegak kance jujur ikhlas hati
Mengajar bukan karena materi atau kursi
Hanya semata-mata ikhlas karena Ilahi
Bait ini menegaskan bahwa seorang guru bukan hanya harus cerdas, tapi juga jujur, ikhlas, dan tidak mengajar demi materi. Ini senada dengan nasihat Az-Zarnuji yang menyarankan murid untuk belajar pada guru yang berilmu dan wara’, serta menjauhi cinta dunia karena bisa merusak keberkahan ilmu.
2. Pentingnya Silsilah Ilmu dan Sanad Spiritual
Sak tui jati taok te beguru ngaji
Sak bedoe silsilah ilmu sampai nabi
Marak Maulana Bapak Kyai Hamzanwadi
Guru dan ilmunya bersambung sampai nabi
Dalam tradisi Islam, sanad keilmuan adalah bukti otentisitas dan keberkahan ilmu. Seorang guru yang ilmunya bersambung hingga Nabi Muhammad SAW bukan hanya mengajarkan ilmu, tapi juga ruh, adab, dan cahaya keteladanan. Ini adalah warisan penting dalam pendidikan sufistik yang kini mulai dilupakan dalam sistem akademik formal.
3. Hubungan Spiritual antara Murid dan Guru
Kalau hubungan dengan guru terpisah
Jauh magfirah dan putus barokah
Putus barokah hilang semua muru'ah
Walau ulama sedunia mele pesolah
Syair ini mengajarkan bahwa keberkahan ilmu sangat bergantung pada hubungan spiritual murid dan guru. Dalam Ta’limul Muta’allim, dijelaskan bahwa siapa yang tidak menghormati gurunya, tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmunya. Ini adalah pelajaran penting di tengah fenomena menurunnya sikap hormat kepada guru dalam pendidikan modern.
4. Beratnya Dosa terhadap Guru dan Orang Tua
Dosa bande menyangkut bareng inaq amaq
Bau te hapus sik istigfar banyak-banyak
Dosa lek guru ndek ne bau te kerisak
Dakak ne tetebus sik sedunia emas perak
Dalam perspektif sufistik, dosa batin terhadap guru dan orang tua adalah bentuk kezaliman yang paling sulit ditebus. Bahkan istighfar pun tak cukup bila belum mendapat rida dari guru. Ini mengajarkan peserta didik untuk menjaga hubungan emosional dan spiritual dengan guru, bukan sekadar menuntut nilai akademik.
Kesimpulan
Syair “Memilih Guru” bukan sekadar seni sastra lokal, tapi juga merupakan refleksi mendalam tentang filosofi pendidikan yang bersumber dari tradisi Islam dan budaya Sasak. Ketika dikaitkan dengan ajaran Ta'limul Muta’allim, syair ini mampu menjawab tantangan pendidikan masa kini: bagaimana menanamkan karakter, adab, dan spiritualitas dalam proses belajar.